In this work Professor M. C. Ricklefs explores the nexus between religious belief and mundane behaviour in mid-eighteenth century Java - exploding widely accepted stereotypes about the role of Islam in Javanese civilisation as he does so. This study rests upon a vast range of Javanese and Dutch sources. Readers will gain a unique sense of how members of the Javanese elite thought, prayed and performed at this time, when pre-colonial Javanese court culture was at its height.
updating: [eh, sekarang udah punya sendiri, lagi dibaca ulang:]
pernah baca dan sekarang hanya punya fotokopinya. saya memperlakukan buku ini sebagai pemberi data mengenai masa-masa pergolakan di awal surakarta dan di akhir kartasura, ketika adaptasi naskah-naskah islam [melayu:]dilakukan di istana kraton jawa pedalaman. bagaimana orang pedalaman ingin dianggap maju, setara dengan orang lain di dunia waktu itu. pada masa ini orang menganggap terjadinya renesans sastra jawa. --- saya baca lagi bagian belakang, jelang kesimpulan penutup, mengenai makam sinuhn pakubuwana yang ada di lawiyan. makam keturunan sultan agung ini mengapa ada di lawiyan, dan tidak di imagiri? menurut cerita, makam yang dilawiyan ini kosong, karena sri susuhunan sudah ada di imagiri. ada cerita mengenai lubang makam yang tidak cukup, ada versi lain bahwa yg di lawiyan ini ada mahkotanya... ini susuhunan yang tragis, memerintah ketika ada kekuatan2 besar bersilangan di sekitarnya: islam, VOC, jawa yang ingin tetap jawa..