Dalam kuliah Pak Dharma (Dharmawijaya atau Kamaruzaman Abdul Kadir [Allahyarham]), beliau ada berkata yang lebih kurang berbunyi, "Sajak sangat berbeza dengan prosa. Perbezaan itu terutamanya dari segi sukatan suku kata dan jumlah kata. Jadi, sebuah sajak yang baik ialah sajak yang sangat miskin dengan kata tetapi kaya dengan emosi." Yang saya fahami daripada kata Pak Dharma itu ialah, semakin ekonomikal sesebuah sajak, semakin baik sajak itu. Tapi dengan syarat, kata-kata yang dipilih itu mestilah kata sangat tepat, padat dan jelas dalam penyampaian tema dan persoalan-persoalannya. Dengan kata lain, sajak tidak perlu berjela-jela panjangnya. Sajak jangan sekali-kali jelmaan suatu prosa yang dipatah-patahkan barisnya, lalu disusun dalam suatu rangkap!
Apabila membaca Sajak-sajak Palsu Sinaganaga ini, saya teringat kembali akan kata-kata Pak Dharma. Sajak-sajak Palsu Sinaganaga memang kedekut dengan kata-kata. Tapi kedekutnya Sajak-sajak Palsu ini turut melibatkan jumlah baris. Memang Sinaganaga ini kedekutnya, ya ampun!
Yang menariknya, walaupun pendek, sajak-sajak palsu ini bukanlah palsu yang plastik. Nilai seninya masih ada dan terkawal. Kalau diteliti secara rinci, jumlah kata yang ekonomikal ini jika dibaca/deklamasi akan menerbitkan iramanya. Bunyinya ala-ala terselit kemerduan. Lagu-lagu Hujan pun tidak semerdu dengan sajak palsu ini. Nah, kau nampak tak betapa geniusnya Jeneral, Si Penyajak Palsu ini!
Sepotong sajak yang dijadikan blurb, boleh dijadikan locus untuk mempertahankan hujahan di atas:
berjalan mendatangi ku dengan mata resah dengan bahu cheetah dengan igal si kucing birah kau menanyakan, "lu ada lighter?"
Kamu semua nampak kegeniusan Sinaganaga menyusun baris dalam salah sebuah sajak palsunya ini? Kamu semua sudah kira berapa jumlah kata untuk setiap barisnya? Dan, kamu akan dapat merasai getar emosi yang datang perlahan-lahan, tetapi meletuskan bunyi *pop* (alaaa...bunyi yang terhasil dalam salah satu uji kaji yang pernah engkau buat dalam makmal sains) pada akhir baris.
Isi cerita dalam sajak ini mudah sahaja, sebenarnya. Ia tentang seorang brader yang mungkin dah lama tak berasap. Brader tu ada rokok, tapi tak ada api. Jadi, brader ini tak bolehlah sedut hembus sedut hembus tembakau+nikotin+tar+60 bahan kimia lain, yang dibalut dalam sehelai kertas putih nipis. Dan kau cuba bayangkan betapa resahgelisahracau kepala hotak seorang perokok tegar apabila dia tak dapat menghisap rokok, sehinggakan segala cheetah dan kucing birah tersembul keluar!
Aku nak cerita panjang-panjang pun tak guna. Tapi, secara peribadi aku suka akan Sajak-sajak Palsu Sinaganaga ini. Aku tak payah duduk di atas kerusi malas, baca satu per satu sajak-sajak, kemudian jari telunjuk dan ibu jari mengusap-usap dagu untuk memikirkan, "Benda alah apa ler yang penyajak ni nak bagitau?"
Untuk Sajak-sajak Palsu oleh Sinaganaga ni, aku bagi 5 bintang. Sebabnya ialah: Sajak-sajaknya sempoi. Walaupun pendek, sajak-sajak Sinaganaga ini sarat emosi. Cerita dalam sajak-sajaknya sangat dekat dengan kita. Diksi yang dipilih sangat padu. Penulisnya ialah SINAGANAGA!
Saya jumpa beberapa kata disendengkan. Saya agak ia perkataan Jepun, lalu saya install kamus untuk menghayati sajak Sinaganaga dengan lebih baik. Setelah dicari rupa-rupanya perkataan Tamil, Sunda dan lain-lain bahasa sengaja diselit bagi mewarnai sajak, dan saya suka. Majoriti kumpulan sajak ini perihal perasaan cinta, saya kira. Sinaganaga tidak terjangka saya (mungkin membantu promosi, saya tidak tahu) menjawab sajak Hani, Mimi dan Fazleena yang mana kebetulan buku-bukunya dipaparkan di muka akhir buku. Licik kalau disengajakan dan buat saya tertanya-tanya. Sajak beliau yang paling saya suka 'Kencan' turut termuat dalam koleksi ini. Semoga beliau tabah menghadapi dugaan bercinta. Saya berharap ada semacam nota kaki atau di akhir buku untuk kalimat yang disendengkan, atau prakata mengulas secara makna supaya pembaca contohnya membaca kolam sebagai lukisan tepung beras, dan bukan kolam tempat tadahan air.
Saya tidak nampak di mana ke'palsu'an sajak-sajak di dalam buku ini.
Walaupun nampak seperti bermain-main tapi 'jiwa'nya ada, dan jelas terasa.
Sajak-sajaknya ringkas, tapi isinya penuh. Pilihan kata-katanya juga cerdik dan banyak membantu menyerlahkan kedewasaan Sinaganaga dalam menyusun kata dan irama.
Sajak atau prosa, Sinaganaga memang jarang mengecewakan.
Selaras dengan tajuk di muka depan, memang palsu belaka sajak-sajaknya. Tapi mampu membuat aku terkekek kekek di bahagian dia menjawab sajak sajak mimi morticia dan fazleena (terutama yang jawab sajak fazleena pergi dengan budak band Primary).