Kastil Fantasi discussion

This topic is about
Anak Rembulan
FikFan Lokal
>
Anak Rembulan & (semua) tentang Djokolelono
Dan untuk melengkapi thread ini, Momod juga udah menyiapkan sesi wawancara/Q&A offline nih dengan Pak Djoko (Le Nono), hehehe.
Silakan disimak ya! ;)
======
Momod (M): Selamat malam, Pak Djoko. *dengan nada sok akrab*
Masih ingat saya kan yang tempo hari ketemuan?
Djokolelono (D): Err... Siapa ya?
M: *gubrak*
D: Oh, si Fred Flintstone!
M: Iya, Pak. *rapi-rapi rambut*
Kami baru bikin forum nih di Goodreads. Nah, berhubung novel Anak Rembulan jadi bacaan currently reading bulan ini, boleh ya, saya nanya-nanya sama Pak Djoko seputar novel ini.
D: Silakan.
M: *keluarin catatan* Pak, saya sudah baca nih kisahnya Nono yang nyasar ke dunia di balik pohon kenari. Seru lho! Malahan di beberapa bagian ada yang lumayan mistis dan yaa... agak-agak bikin merinding juga.
D: Oya?
M: Tapi ini kan yang tertulis ya. Kalau misalnya dengan penuturan Pak Djoko sendiri, novel Anak Rembulan ini intinya ingin bercerita tentang apa ya?
D: Kalau secara idealis, ini tentang kegigihan seorang anak lelaki memerangi ketakutannya sendiri. Segala halangan dihadapinya dengan tabah, walaupun terkadang nyaris menyerah—sampai suatu saat ia harus 'turun tangan' dan mencoba mengubah ketakutan itu sendiri—nyaris tanpa perhitungan apakah akan berhasil atau tidak.
Intinya, jangan menyerah.
M: Kalau tidak idealisnya?
D: Nah kalau secara tidak idealis, ini ya hanya ceritera petualangan saja, tanpa pesan moral apa pun, suatu ceritera yang saya harapkan bisa disenangi pembaca. Nikmati saja apa pun yang terjadi. Juga ketakutanmu.
M: Terus, Pak, selama saya baca novel ini, saya merasa kalau cerita ini kayak semacam pengalaman pribadi gitu ... (pengalaman pribadi Djoko "Le Nono" xD)
Kalau boleh tahu, ide untuk novel ini datangnya dari mana?
D: Wah, banyak! Ide Anak Rembulan datang dari mana saja: pengamatan tentang anehnya pohon pelindung di daerah Malang vs Blitar, pengalaman berlibur di rumah Mbah Sastro dan Mbah Adhie (kalau di buku, beliau jadi Mbah Pur), pengalaman sakit malaria sewaktu habis sunat dan ngimpi dikejar-kejar anak hitam, pengalaman main di sungai Njari ... Dibumbui keinginan untuk berfantasi, tentunya.
Dan dongeng tentang Gunung Kelud juga—beserta kenyataan bahwa Kali Njari memang saluran pelepasan untuk lahar dingin gunung itu (katanya!).
Semua itu dibumbui fantasiku sendiri, jadinya belum tentu bener juga. Hehe.
M: Tapi ada beberapa hal yang memang lumayan meyakinkan! Misalnya tentang kondisi di lokasi cerita dan aspek tentang Gunung Kelud itu. Kalau saya sih malah jadi pengen berkunjung ke sana dan liat-liat lokasinya ... :D
Omong-omong, sewaktu menulis/menyelesaikan kisah petualangan Nono ini, apa kendala yang dialami, Pak?
D: Pastinya kendalanya ya membumikan kembali dongeng yang terlalu fantasi itu.
M: Tapi keliatannya berhasil deh nih. Hehehe.
Nah, karakter terfavorit-nya Pak Djoko siapa?
D: Karakter paling favorit saya tentunya si Nono, kemudian Semut Hitam dan Trimo. Di atas itu semua, tokoh Bunda sangat dekat karena sebagian besar memang mengambil contoh dari ibuku sendiri, seorang yang sangat suka melucu. :D
M: Saya suka gerombolan Semut Hitam juga, sama Non Saarce karna bisa berubah jadi burung nuri. ^^
Tapi tiba-tiba jadi kepikiran si Gundul akhirnya nasibnya gimana ya? Wkwkwk... (malah ngelantur)
D: ...
M: *balik bertugas dengan serius* Kalau adegan paling favorit yang mana, Pak?
D: Adegan paling favorit adalah saat Nono sadar dari ketidak-sadarannya dan bermimpi berjalan dengan Bunda di taman kecil dekat stasiun kereta api.
Adegan itu merupakan adegan yang paling aku ingat tentang ibuku—kami berjalan di antara bunga-bunga yang tak terrurus. Tentu saja saat itu suasananya tidak sebahagia itu. Ibu waktu itu menunggu ayah pulang kerja.
M: :’)
D: :)
M: Baiklah, sedikit hal di luar Anak Rembulan ...
Kalau boleh tahu, hal apa yang membuat Pak Djoko kembali ke penerbitan karya fantasi setelah vakum cukup lama?
(sebenarnya pengen nanya juga alasannya kenapa vakum cukup lama, tapi gak berani xP)
D: Tidak ada dorongan yang nyata sih, tetapi saya kira yang paling menonjol adalah saat Toba Beta, sahabat saya, menerbitkan bukunya “Betelgeuse Incident”, dan tiba-tiba terpikir kenapa enggak naskah yang sudah lebih dari dua tahun saya buat ini diajukan lagi. Saya kirimlah ke dua penerbit, dan Mizan menyambutnya.
M: Syukurlah. ^^
Sekarang apa proyek Pak Djoko berikutnya? Apakah ada lanjutan dari Anak Rembulan?
D: Wah, rahasia.
M: @__@
(Psst... tapi sebagai bocoran di luar script, sewaktu acara Ber-FANTASI TIDAK DILARANG yang diadakan di TM Bookstore, Depok, bulan lalu sih Pak Djoko sempat menyatakan ada ketertarikan juga untuk menceritakan kisah lain tentang Anak Rembulan. Hehehe.)
D: Semoga bisa diterima ya, Fred.
M: Sip! Makasih banyak ya, Pak! Salam. :)
======
Baiklah, kawans, sebenernya Momod juga ingin membuka kesempatan buat teman-teman yang mungkin ada komen/pertanyaan tentang Anak Rembulan atau sekedar ingin bertegur sapa dengan Pak Djoko di thread ini.
Jadi kalau ada satu-dua hal yang ingin disampaikan, silakan di-post di sini. Nanti bisa dicoba untuk dikompilasi dan dikirimkan ke Pak Djoko.
Syukur-syukur beliau juga jadi mampir dan nantinya bisa menjawab sendiri, hehehe. :D
Silakan disimak ya! ;)
======
Momod (M): Selamat malam, Pak Djoko. *dengan nada sok akrab*
Masih ingat saya kan yang tempo hari ketemuan?
Djokolelono (D): Err... Siapa ya?
M: *gubrak*
D: Oh, si Fred Flintstone!
M: Iya, Pak. *rapi-rapi rambut*
Kami baru bikin forum nih di Goodreads. Nah, berhubung novel Anak Rembulan jadi bacaan currently reading bulan ini, boleh ya, saya nanya-nanya sama Pak Djoko seputar novel ini.
D: Silakan.
M: *keluarin catatan* Pak, saya sudah baca nih kisahnya Nono yang nyasar ke dunia di balik pohon kenari. Seru lho! Malahan di beberapa bagian ada yang lumayan mistis dan yaa... agak-agak bikin merinding juga.
D: Oya?
M: Tapi ini kan yang tertulis ya. Kalau misalnya dengan penuturan Pak Djoko sendiri, novel Anak Rembulan ini intinya ingin bercerita tentang apa ya?
D: Kalau secara idealis, ini tentang kegigihan seorang anak lelaki memerangi ketakutannya sendiri. Segala halangan dihadapinya dengan tabah, walaupun terkadang nyaris menyerah—sampai suatu saat ia harus 'turun tangan' dan mencoba mengubah ketakutan itu sendiri—nyaris tanpa perhitungan apakah akan berhasil atau tidak.
Intinya, jangan menyerah.
M: Kalau tidak idealisnya?
D: Nah kalau secara tidak idealis, ini ya hanya ceritera petualangan saja, tanpa pesan moral apa pun, suatu ceritera yang saya harapkan bisa disenangi pembaca. Nikmati saja apa pun yang terjadi. Juga ketakutanmu.
M: Terus, Pak, selama saya baca novel ini, saya merasa kalau cerita ini kayak semacam pengalaman pribadi gitu ... (pengalaman pribadi Djoko "Le Nono" xD)
Kalau boleh tahu, ide untuk novel ini datangnya dari mana?
D: Wah, banyak! Ide Anak Rembulan datang dari mana saja: pengamatan tentang anehnya pohon pelindung di daerah Malang vs Blitar, pengalaman berlibur di rumah Mbah Sastro dan Mbah Adhie (kalau di buku, beliau jadi Mbah Pur), pengalaman sakit malaria sewaktu habis sunat dan ngimpi dikejar-kejar anak hitam, pengalaman main di sungai Njari ... Dibumbui keinginan untuk berfantasi, tentunya.
Dan dongeng tentang Gunung Kelud juga—beserta kenyataan bahwa Kali Njari memang saluran pelepasan untuk lahar dingin gunung itu (katanya!).
Semua itu dibumbui fantasiku sendiri, jadinya belum tentu bener juga. Hehe.
M: Tapi ada beberapa hal yang memang lumayan meyakinkan! Misalnya tentang kondisi di lokasi cerita dan aspek tentang Gunung Kelud itu. Kalau saya sih malah jadi pengen berkunjung ke sana dan liat-liat lokasinya ... :D
Omong-omong, sewaktu menulis/menyelesaikan kisah petualangan Nono ini, apa kendala yang dialami, Pak?
D: Pastinya kendalanya ya membumikan kembali dongeng yang terlalu fantasi itu.
M: Tapi keliatannya berhasil deh nih. Hehehe.
Nah, karakter terfavorit-nya Pak Djoko siapa?
D: Karakter paling favorit saya tentunya si Nono, kemudian Semut Hitam dan Trimo. Di atas itu semua, tokoh Bunda sangat dekat karena sebagian besar memang mengambil contoh dari ibuku sendiri, seorang yang sangat suka melucu. :D
M: Saya suka gerombolan Semut Hitam juga, sama Non Saarce karna bisa berubah jadi burung nuri. ^^
Tapi tiba-tiba jadi kepikiran si Gundul akhirnya nasibnya gimana ya? Wkwkwk... (malah ngelantur)
D: ...
M: *balik bertugas dengan serius* Kalau adegan paling favorit yang mana, Pak?
D: Adegan paling favorit adalah saat Nono sadar dari ketidak-sadarannya dan bermimpi berjalan dengan Bunda di taman kecil dekat stasiun kereta api.
Adegan itu merupakan adegan yang paling aku ingat tentang ibuku—kami berjalan di antara bunga-bunga yang tak terrurus. Tentu saja saat itu suasananya tidak sebahagia itu. Ibu waktu itu menunggu ayah pulang kerja.
M: :’)
D: :)
M: Baiklah, sedikit hal di luar Anak Rembulan ...
Kalau boleh tahu, hal apa yang membuat Pak Djoko kembali ke penerbitan karya fantasi setelah vakum cukup lama?
(sebenarnya pengen nanya juga alasannya kenapa vakum cukup lama, tapi gak berani xP)
D: Tidak ada dorongan yang nyata sih, tetapi saya kira yang paling menonjol adalah saat Toba Beta, sahabat saya, menerbitkan bukunya “Betelgeuse Incident”, dan tiba-tiba terpikir kenapa enggak naskah yang sudah lebih dari dua tahun saya buat ini diajukan lagi. Saya kirimlah ke dua penerbit, dan Mizan menyambutnya.
M: Syukurlah. ^^
Sekarang apa proyek Pak Djoko berikutnya? Apakah ada lanjutan dari Anak Rembulan?
D: Wah, rahasia.
M: @__@
(Psst... tapi sebagai bocoran di luar script, sewaktu acara Ber-FANTASI TIDAK DILARANG yang diadakan di TM Bookstore, Depok, bulan lalu sih Pak Djoko sempat menyatakan ada ketertarikan juga untuk menceritakan kisah lain tentang Anak Rembulan. Hehehe.)
D: Semoga bisa diterima ya, Fred.
M: Sip! Makasih banyak ya, Pak! Salam. :)
======
Baiklah, kawans, sebenernya Momod juga ingin membuka kesempatan buat teman-teman yang mungkin ada komen/pertanyaan tentang Anak Rembulan atau sekedar ingin bertegur sapa dengan Pak Djoko di thread ini.
Jadi kalau ada satu-dua hal yang ingin disampaikan, silakan di-post di sini. Nanti bisa dicoba untuk dikompilasi dan dikirimkan ke Pak Djoko.
Syukur-syukur beliau juga jadi mampir dan nantinya bisa menjawab sendiri, hehehe. :D


Saia dah baca sampe si Nono mau digantung dan ditolong Non Saarce. Agak kesendat2 emang progressnya. Saia perlu 'reorientasi' dunia dari bacaan saia yang biasa.
Saia juga rada-rada sempat bingung yang soal dunia fantasinya di dalam pohon kenari. Soalnya subjudulnya "Negeri Misteri di Balik Pohon Kenari."
Tapi pas saia baca, saia pikir, "Oh, ini mah bukan di dalem pohon. ini mah di sungai~"
Sampai saat ini saia ngelihat cerita ini bagus di kecepatan alurnya. Tapi beberapa dialognya kayaknya perlu disunting karena kebanyakan elipsis, hehehe.
Tar klo dah maju saia nyeletuk2 lagi. Thankies~
Aha! Pak Djoko di-summon langsung datang! :D
Djokolelono wrote: "cuman aku heran, critaku kok selalu ada yang salah naksirin, sih."
Waduh, padahal saya sengaja gak membeberkan cerita sebenarnya lho, pak... tapi kok malah jadi di-spoiler xD
@melody,
sudah di-summon juga ituh, hayo kemari! :D
@luz,
tentang subjudul "Negeri Misteri di Balik Pohon Kenari" itu kurasa seharusnya lebih jatuh ke kiasan
karena di "balik"-nya pohon kenari memang gak ada apa-apa sih
sekalian menjawab Pak Djoko lagi: itu maksudku kiasan, Pak, pas nyebut di tanya jawab x)
tenang, Pak, saya paham kok sama ceritanya
hehehe :D
Djokolelono wrote: "cuman aku heran, critaku kok selalu ada yang salah naksirin, sih."
Waduh, padahal saya sengaja gak membeberkan cerita sebenarnya lho, pak... tapi kok malah jadi di-spoiler xD
@melody,
sudah di-summon juga ituh, hayo kemari! :D
@luz,
tentang subjudul "Negeri Misteri di Balik Pohon Kenari" itu kurasa seharusnya lebih jatuh ke kiasan
karena di "balik"-nya pohon kenari memang gak ada apa-apa sih
sekalian menjawab Pak Djoko lagi: itu maksudku kiasan, Pak, pas nyebut di tanya jawab x)
tenang, Pak, saya paham kok sama ceritanya
hehehe :D

Soal banyak yang salah tafsir, mungkin karena subjudulnya. Lantaran ditaruh di depan jadi ketika mulai baca, yg terpikir di kepala ya apa yang tertera di sampul: negerinya di balik pohon kenari. Barangkali kalimat ini seharusnya dibaca secara ambigu ya, jangan diartikan secara harafiah.

Sekali lagi moral dari posting ini adalah : menulis ceritera fantasi lebih mudah dan lebih boleh diterima jikalau ada persamaan walau pun sedikit dengan peristiwa di dunia nyata. Terima kasih anak-anak, bapa akan pulang dahulu ya.

ternyata ceritanya emang banyak diambil dari pengalaman masa lalu ya (ditambah fantasi). :-D
pertama, sebelum ke ceritanya, sbenernya sampe sekarang saya masih penasaran dan pengen nanya, kenapa dulu acaranya Pak Djoko yg di Depok itu judulnya 'Berfantasi Tidak Dilarang'.
memangnya, sepengalaman Pak Djoko, ada saat-saat (dulu mungkin) di mana berfantasi itu sempat dilarang? :-D
edit:
waduh. ternyata Bapaknya keburu pulang... :-P
F.A. wrote: "*masuk pohon kenari*"
om pur, padahal juga baru dibahas kalau di dalam pohonnya gak ada apa-apa xD
om pur, padahal juga baru dibahas kalau di dalam pohonnya gak ada apa-apa xD


(karena udah pagi menjelang siang, mudah-mudahan Pak Djokonya dah bangun)
Saya juga udah beli bukunya, nitip sama Fred Flinstone. Akan segera secepatnya dibaca!


Bukan karena kesamaan nama, melainkan karena akun emailnya yang nggak disangka-sangka!
hahahaha, Top Markotop!



Btw, mbah? Tanya dunk.
Masih ingat nda dengan serial Penjelajah Antariksa ? Itu buku jaman saya SD. Baru 3 buku, n nda pernah liat lanjutannya. Ngegantung banget ceritanya -___-
Yang lain, sori OOT. gw fans dari kecil.
Marchel wrote: "Yang lain, sori OOT. gw fans dari kecil."
Sebenernya gue pengen tret ini gak ngomongin Anak Rembulan aja sih, tapi mungkin juga bisa jadi tret diskusi sama Pak Djoko.
Nah, berhubung si Bapak udah datang sendiri, ya monggo lah, chel, ditanya aja... hehehe :D
@yang demen sama Mbah Pur,
gue juga suka tuh, pas disebut ensiklo-Pur-dia, wualah ngakak xD
Sebenernya gue pengen tret ini gak ngomongin Anak Rembulan aja sih, tapi mungkin juga bisa jadi tret diskusi sama Pak Djoko.
Nah, berhubung si Bapak udah datang sendiri, ya monggo lah, chel, ditanya aja... hehehe :D
@yang demen sama Mbah Pur,
gue juga suka tuh, pas disebut ensiklo-Pur-dia, wualah ngakak xD



kalo gue sih selain berbagai buku terjemahan pak Djoko (yg mana buanyak banget yah...), juga 2 apa 3 judul buku serial astrid.


kenapa oranye ya, Pak? xD"
Ini judulnya udah diganti kan, "Senyam-senyum sendiri"?


Heina itu artinya beda :P"
Cloud Di Ani bener. Heina heiwan. Henna tetumbuhan. Henna sebagai tetumbuhan ijo. Heina sebagai heiwan tembaga, kayak anak kebanyakan main layang-layang. Terima kasih untuk koreksinya.

Apalah namanya ... pokoknya MU akhirnya menang.:)
Djokolelono wrote: "Keponakanku pernah bilang warna rambutku "Mboten Nye." Aku pikir apa, ternyata karena dia menghaluskan bahasa jawa ORAnye. Ora = Mboten."
^ ngakak di bagian ini xD
asal-usulnya ternyata sampai jauh ya, ke zaman Nabi :D
tapi saya masih heran, kalau beruban kenapa jadi masalah ketika perang ya?
atau memang gak ada hubungannya, ya cuma demi alasan estetika aja buat para pasukan itu? :3
para jemaah asal Afghanistan itu mungkin ada baiknya kita undang ngobrol ke sini juga, pak... (halaaah!) xD
^ ngakak di bagian ini xD
asal-usulnya ternyata sampai jauh ya, ke zaman Nabi :D
tapi saya masih heran, kalau beruban kenapa jadi masalah ketika perang ya?
atau memang gak ada hubungannya, ya cuma demi alasan estetika aja buat para pasukan itu? :3
para jemaah asal Afghanistan itu mungkin ada baiknya kita undang ngobrol ke sini juga, pak... (halaaah!) xD


*Bentar inget-inget dulu*
2 anak tertua ditahan di Planet Kuring (apa kuning ya?). Planet penjara, tahanan di lepas bebas di planet tapi tanpa teknologi canggih. Di situ mereka melihat pemberontakan para tahanan dan melihat bendera yang dipakai bertuliskan Raz, nama adik terkecil mereka.
Nah itu adegan terakhir yg diingat.
(view spoiler)
Terus, cerita melepaskan diri dari tarikan gravitasi bintang raksasa itu juga keren ^^.
Jadi kapan lanjutannya?


BTW, siapa Ninuk? *mainkan backsound misteri: tilulilut tilulilut*

Mas Pur jadi seperti titisannya Mbah Pur ... EnsikloPurdia banget. Terima kasih ulasannya, dan kritik-kritiknya. Terkadang kalau mulai nulis, sebagaimana pun hati-hatinya, tangan ini seperti punya nyawa sendiri dan mengetik apa pun yang diinginkannya (saya masih mengetik hanya dengan satu telunjuk kanan yang pontang-panting berloncatan di antara tuts keyboard, sementara tugas tangan kiri hanya membuat huruf besar saja. Benar benar si jari tangan kanan ini bertualang sendiri!) Sekali lagi terima kasih dan semoga lekas sembuh dari pesona Anak Rembulan -- you are just too kind to be a critic!

Mas Pur jadi seperti titisannya Mbah Pur ... EnsikloPurdia banget. Terima kasih ulasannya, dan kritik-kritiknya. Terkadang kalau mulai nulis, sebagaimana pun hati-hatinya, tangan ini seperti punya nyawa sendiri dan mengetik apa pun yang diinginkannya (saya masih mengetik hanya dengan satu telunjuk kanan yang pontang-panting berloncatan di antara tuts keyboard, sementara tugas tangan kiri hanya membuat huruf besar saja. Benar benar si jari tangan kanan ini bertualang sendiri!) Sekali lagi terima kasih dan semoga lekas sembuh dari pesona Anak Rembulan -- you are just too kind to be a critic!

Makasih lho, komplimen nya. Kita maju terus bersama, ya Pak.

udah dulu ya. terima kasih banyak. terus terang jadi beban nih untuk nulis buku kedua, he he he. lanjutkan!

Benernya, adik saia lulusan teknobiologi, jadi saia tahu sedikit soal ini.
Kulit putih, mata biru, dan rambut pirang itu gen resesif. Bahkan di antara orang bule pun, yang bener2 banyak pirangnya itu cuma yang di Skandinavia.
Kalau cuma satu orang tua yang ngebawa gen pirang-putih-biru itu, keknya ga mungkin fenotipnya keluar di Saarce dengan begitu jelas. Harusnya gen itu dibawa dari dua pihak orang tua.
Makanya, hipotesis saia, Saarce itu leukistik karena mutasi spontan. Ini satu-satunya penjelasan ilmiah yang saia rasa masuk akal tentang kenapa dia bisa bule abis sementara ortunya normal, dan ga disebut kalau dulu moyang mereka ada yang kawin sama bule.
Nggak ada yang salah secara ilmiah dengan kebulean Saarce sih. Cuma ngerasa sedikit, "Pas banget yak dia bisa ketimpa mutasi bule?"

Dan buat saya, justru itu yang bikin karakter Saarce justru jadi yang paling 'hidup' di antara semuanya.
*gini nih, pembaca lebih sotoy dari pengarangnya!* :p
(Semoga si Bapak bersedia berkunjung ya kalau melihat kita yang manis-manis di sini... :3 #LameAttempt)
Pak Djoko menulis banyak buku bergenre science fiction di tahun '70-'80-an, yang mana pada waktu itu genre fantasi/science fiction sendiri sebenarnya juga berkembang pesat, meski belum mencicipi publisitas dan animo pembaca sebesar saat ini.
Jadi sangat pantas lah kalau Pak Djoko kita anggap sebagai Tetua kita. ^^
Lalu setelah vakum puluhan tahun, Pak Djoko akhirnya turun gunung dan menerbitkan kembali karya fantasi terbarunya yang berjudul Anak Rembulan. Novel ini diterbitkan oleh Mizan Fantasi pada bulan Agustus 2011.
Anak Rembulan bercerita tentang Nono, seorang bocah penggemar klub bola Manchester United yang fasih chatting dan lumayan lancar berbahasa Jawa.
Alkisah sewaktu berlibur ke rumah keluarga Bunda-nya di Wlingi (di Jawa Timur), Nono main-main ke rumah Mbah Pur.
Di belakang rumah Mbah Pur, di seberang Kali Njari, ada pohon kenari raksasa yang konon sudah berdiri di sana semenjak zaman penjajahan Belanda.
Nono yang penasaran pun iseng-iseng main ke pohon itu.
Sewaktu nyebur ke kali, Nono malah terbawa pusaran air + pasir yang menyedot hilang sandalnya. Tapi rupanya tak hanya itu yang dibawa pergi ... Dunia Nono juga hilang, dan perlahan-lahan keadaan di sekitar Nono malah balik ke kondisi di zaman dulu.
Nono bertemu dengan Trimo, bocah hitam misterius yang menurut cerita Mbah Pur dulunya pernah hilang di sekitar pohon itu, dan keduanya terlibat dalam perseteruan dengan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapitan d’Jaree.
Meski selamat dari hukuman gantung karena kehadiran Non Saarce yang cantik, Nono tetap harus kabur.
Dia akhirnya tercebur lagi ke dalam kali dan terbawa arus sampai ke pasar Talang Alun.
Di sana, banyak hal misterius terjadi yang semakin membuat Nono bingung.
Siapakah kelima pelanggan setia warung Mbok Rimbi?
Kenapa Mbok Rimbi sangat galak dan senang menyiksa Nono?
Bagaimana cara meninggalkan Talang Alun?
Dan kenapa semua orang memanggil Nono dengan sebutan “Anak Rembulan” dan mengganggap dirinya seperti akan segera mati saja?
Seolah-olah itu semua tak cukup rumit, Nono masih harus terjebak dalam legenda Gunung Kelud dan terlibat dalam perang yang mengancam nyawa.
Lalu bagaimana cara Nono kembali ke rumah Mbah Pur?
Bisakah ia pulang ke masa-nya, masa di mana Manchester United masih sering kalah kalau bertanding melawan Chelsea (xD), dan bertemu kembali dengan Bunda-nya?
Nah, itulah seulas resensi novelnya.
Seru! (Momod dah kelar baca btw, :P)
Dan yang paling mengagumkan adalah nuansa ceritanya yang sangat membumi, bumi Indonesia, tepatnya.
Sewaktu membaca novel ini (khususnya yang di zaman sekarang), entah kenapa malah mengingatkan Momod pada novel Canting-nya Om Arswendo :D.
Ada yang udah selesai baca dan ingin berkomentar juga?
Monggo.
Atau mau berkenalan lebih jauh dengan Tetua kita?
Add friend di Goodreads dan Facebook-nya aja nih. ;)
Foto: Thanks to Mia (GRI) :)